
Oleh : Yohanes Wandikbo )*
Toleransi dan persatuan merupakan fondasi utama bagi kehidupan bermasyarakat yang harmonis, terutama di wilayah Papua yang memiliki keanekaragaman etnis, budaya, dan agama. Dalam dinamika sosial yang kerap kali diwarnai tantangan, provokasi bisa menjadi ancaman serius bagi stabilitas. Oleh karena itu, menolak segala bentuk provokasi sekaligus memperkuat persaudaraan lintas identitas menjadi langkah yang tidak bisa ditunda. Papua membutuhkan kedamaian yang lahir dari sikap saling menghormati, mengedepankan dialog, serta menjaga nilai-nilai spiritualitas yang hidup di tengah masyarakat.
Masyarakat Papua dikenal dengan budaya gotong royong yang kuat. Nilai kebersamaan ini seharusnya terus dirawat dan tidak boleh ternodai oleh isu-isu provokatif yang datang dari pihak manapun. Saat narasi perpecahan dihembuskan, konsekuensinya bukan hanya mengganggu keamanan, tetapi juga merusak kepercayaan sosial yang sudah lama dibangun. Oleh sebab itu, memperkuat toleransi antarsuku dan antaragama merupakan tameng paling efektif dalam menjaga Papua tetap aman dan damai.
Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan menegaskan pentingnya masyarakat menjaga kerukunan, kebersamaan, serta persatuan demi terciptanya kehidupan yang rukun dan damai. Pesan ini tidak hanya relevan bagi jemaat yang hadir dalam acara kebaktian, tetapi juga menjadi pengingat bagi seluruh masyarakat Papua agar senantiasa menolak ajakan yang mengarah pada perpecahan. Dengan komitmen bersama, Papua dapat berdiri kokoh sebagai bagian dari tanah Indonesia yang diberkati.
Papua telah banyak memberikan kontribusi bagi Indonesia, mulai dari kekayaan alam, prestasi olahraga, hingga peran generasi mudanya dalam pembangunan nasional. Semua itu hanya dapat berkembang optimal jika situasi sosial tetap stabil. Persatuan yang dirajut melalui toleransi lintas identitas akan menjadi modal besar bagi percepatan pembangunan. Tanpa ketenangan sosial, upaya pemerintah maupun masyarakat sipil untuk meningkatkan kesejahteraan hanya akan berjalan setengah jalan. Oleh karena itu, menjaga perdamaian berarti juga menjaga masa depan Papua.
Nilai-nilai spiritualitas juga tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat Papua. Dalam setiap acara keagamaan, selalu ditanamkan pesan perdamaian, cinta kasih, dan kebersamaan. Spiritualitas ini seharusnya menjadi benteng yang melindungi masyarakat dari ajakan provokatif yang hanya menumbuhkan permusuhan.
Dominggus Mandacan mengingatkan bahwa Papua, Papua Barat, dan Manokwari adalah rumah bersama yang harus dijaga dengan rukun. Pernyataan ini selaras dengan kebutuhan mendesak agar masyarakat tidak terpecah belah oleh sentimen sempit.
Provokasi sering kali memanfaatkan sentimen keagamaan dan perbedaan identitas untuk memecah belah. Di sinilah pentingnya meningkatkan literasi publik agar masyarakat lebih kritis dalam menerima informasi. Upaya ini tidak bisa hanya dibebankan pada pemerintah atau aparat, melainkan harus melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan kalangan akademisi. Kolaborasi multipihak akan membuat benteng toleransi semakin kuat, sekaligus menutup ruang bagi penyebaran hoaks dan ujaran kebencian yang berpotensi menciptakan konflik horizontal.
Kehadiran tokoh agama dalam berbagai acara rohani juga memiliki pengaruh penting untuk meneguhkan semangat damai. Dalam konteks Papua, tokoh agama kerap menjadi panutan moral yang mampu mengikat komunitas lintas etnis. Pesan yang disampaikan dalam ibadah, khotbah, atau doa bersama menjadi energi positif yang meneguhkan kebersamaan. Hal ini menjadi modal sosial yang tidak ternilai dalam menolak provokasi dan menjaga keutuhan masyarakat.
Selain itu, aparat keamanan bersama pemerintah daerah telah menunjukkan keseriusan dalam menjaga stabilitas di Papua. Sinergi yang dibangun tidak hanya berfokus pada pendekatan keamanan, tetapi juga memberikan dukungan terhadap kegiatan masyarakat. Pendekatan yang humanis ini mencerminkan bahwa kedamaian Papua bukan sekadar retorika, melainkan hasil kerja bersama yang nyata. Dukungan aparat, jika diiringi kesadaran masyarakat untuk saling menghormati, akan menjadi formula jitu menghadirkan Papua yang lebih damai.
Di era informasi saat ini, provokasi bisa dengan cepat menyebar melalui media sosial. Oleh karena itu, kewaspadaan digital juga perlu diperkuat. Generasi muda Papua harus menjadi garda terdepan dalam melawan informasi palsu. Dengan literasi digital yang baik, generasi muda tidak hanya mampu menyaring informasi, tetapi juga dapat menjadi agen perdamaian yang menyebarkan pesan positif di ruang publik. Langkah ini akan memperkuat semangat toleransi di tengah masyarakat luas.
Kehidupan yang damai di Papua hanya bisa terwujud apabila semua pihak menyadari tanggung jawabnya. Pemerintah daerah telah menegaskan pentingnya menjaga persatuan, tokoh agama menyerukan pesan damai, aparat mendukung keamanan, sementara masyarakat menjadi subjek utama yang mempraktikkan nilai toleransi. Kombinasi dari semua peran ini akan menghasilkan ekosistem sosial yang harmonis. Kedamaian Papua bukanlah mimpi, melainkan tujuan nyata yang dapat dicapai dengan sikap saling menghargai dan menolak provokasi.
Ke depan, tantangan Papua tidak hanya pada menjaga stabilitas keamanan, tetapi juga memastikan agar semangat persaudaraan tetap hidup di tengah perubahan zaman. Pembangunan yang sedang berjalan akan memberikan manfaat nyata apabila fondasi toleransi dan persatuan terus dipelihara. Dengan demikian, Papua akan menjadi teladan bagi wilayah lain di Indonesia bahwa keberagaman bukanlah alasan untuk terpecah, melainkan kekuatan untuk bersatu.
Papua membutuhkan kedamaian yang lahir dari hati masyarakatnya sendiri. Toleransi dan persatuan menjadi jalan menuju masa depan yang lebih cerah, sementara penolakan terhadap provokasi adalah sikap bijak untuk menjaga harmoni. Dengan tekad bersama, Papua akan terus berdiri sebagai tanah yang damai, penuh persaudaraan, dan menjadi bagian tak terpisahkan dari Indonesia yang berdaulat.
)* Penulis merupakan pengamat pembangunan Papua