
Oleh : Andhika Rachman
Indonesia kembali mencatat langkah penting dalam perjalanan menuju ekonomi hijau dan berkelanjutan. Melalui lembaga baru bernama Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), pemerintah membuka gerbang lebar bagi masuknya investasi asing, khususnya di sektor energi terbarukan, sektor strategis yang kini menjadi sorotan dunia sebagai kunci menuju masa depan pembangunan berkelanjutan.
Sejak diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto, Danantara membawa mandat besar untuk mengelola dan mengoptimalkan aset negara guna mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif, produktif, serta ramah lingkungan. Lembaga ini tidak sekadar berfungsi sebagai entitas keuangan, melainkan hadir sebagai platform strategis yang menjembatani kolaborasi antara modal asing, BUMN, dan sektor swasta dalam negeri. Salah satu fokus utamanya adalah menciptakan ekosistem investasi yang sehat dan berkelanjutan di bidang energi baru dan terbarukan (EBT).
Langkah ini hadir di waktu yang sangat tepat. Dunia saat ini berada di persimpangan penting menuju transisi energi bersih, dan Indonesia dengan kekayaan sumber daya alam dari panas bumi, tenaga surya, angin, hingga bioenergi memiliki potensi luar biasa untuk menjadi pemain utama di kawasan. Namun selama ini, tantangan terbesar terletak pada aspek pembiayaan dan percepatan realisasi proyek.
Sinyal keterbukaan Indonesia terhadap investor asing melalui Danantara kini semakin jelas. Sejumlah kemitraan strategis yang dijalin menegaskan keseriusan pemerintah dalam menjadikan sektor EBT sebagai tulang punggung ekonomi masa depan. Salah satu kerja sama paling menonjol adalah antara Danantara dan BlackRock, manajer aset terbesar di dunia asal Amerika Serikat. Melalui kemitraan ini, kedua pihak sepakat untuk memperluas investasi di bidang hilirisasi industri dan energi terbarukan di Indonesia.
CEO Danantara, Rosan P. Roeslani, menegaskan bahwa kolaborasi dengan BlackRock tidak hanya soal pendanaan, tetapi juga tentang membangun kepercayaan dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok energi global. Pihaknya ingin menjadikan Danantara sebagai jembatan antara potensi besar Indonesia dan kepercayaan investor internasional.
Langkah berani lainnya datang dari kerja sama antara Danantara dan ACWA Power, perusahaan energi terkemuka asal Arab Saudi. Kedua pihak menandatangani nota kesepahaman (MoU) senilai US$10 miliar atau sekitar Rp163 triliun, yang akan digunakan untuk mengembangkan proyek-proyek energi hijau di Indonesia, termasuk pembangkit listrik tenaga surya dan infrastruktur hidrogen hijau. Inisiatif besar ini menjadi bukti nyata bahwa Indonesia kini menjadi destinasi utama investasi energi bersih di Asia Tenggara. ACWA Power bahkan menyebut Indonesia sebagai pasar strategis dengan potensi energi hijau yang belum tergarap sepenuhnya.
Tak berhenti di situ, Danantara juga tengah menjajaki kerja sama dengan berbagai lembaga pendanaan iklim global seperti Green Climate Fund dan International Renewable Energy Agency (IRENA). Langkah ini menegaskan komitmen pemerintah dalam memperluas sumber pembiayaan hijau, sekaligus membuka ruang bagi investor global yang berorientasi pada nilai ESG (Environmental, Social, and Governance).
Saat ini, Danantara menyiapkan portofolio investasi EBT yang mencakup proyek pembangkit listrik tenaga surya berskala besar di Kalimantan Timur, pengembangan panas bumi di Sulawesi Utara, hingga investasi dalam proyek hidrogen hijau yang terintegrasi dengan kawasan industri strategis nasional. Seluruh inisiatif ini diarahkan untuk mendukung pencapaian target bauran energi terbarukan 23 persen pada 2028 dan menuju emisi nol bersih (net zero emission) pada 2060.
Bagi investor asing, terbukanya peluang ini membawa berbagai keuntungan strategis. Melalui Danantara, mereka dapat bermitra langsung dengan lembaga yang mendapat dukungan penuh dari pemerintah, sehingga memberikan jaminan stabilitas, kejelasan arah kebijakan, dan kepastian investasi jangka panjang. Selain itu, reformasi regulasi yang terus dilakukan pemerintah seperti penyederhanaan izin, pemberian insentif pajak, serta dukungan terhadap proyek energi bersih semakin memperkuat daya tarik Indonesia di mata investor global.
Optimisme terhadap masa depan EBT di Indonesia juga diperkuat oleh komitmen pemerintah untuk membangun ekosistem industri hijau nasional. Melalui Danantara, proyek-proyek energi terbarukan tidak hanya berfokus pada pembangunan pembangkit listrik, tetapi juga mendorong terbentuknya rantai pasok lokal, mulai dari manufaktur panel surya, baterai, hingga infrastruktur penyimpanan energi.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, juga menegaskan bahwa Danantara akan berperan langsung sebagai pemegang saham dalam proyek Pengelolaan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL). Program waste-to-energy ini merupakan bentuk keseriusan pemerintah dalam menanggulangi persoalan sampah nasional sekaligus memperkuat ketahanan energi.
Dengan lahirnya Danantara, Indonesia tidak hanya membuka pintu bagi investasi asing, tetapi juga mengundang dunia untuk bersama-sama membangun masa depan energi yang lebih bersih, berkelanjutan, dan inklusif. Ini adalah momentum besar bagi Indonesia untuk menunjukkan bahwa kemajuan ekonomi dapat berjalan seiring dengan kelestarian alam.
Melalui Danantara, Indonesia menegaskan diri sebagai pionir energi hijau di kawasan Asia Tenggara, negara yang berani bertransformasi dan mengubah potensi menjadi kekuatan nyata. Di era transisi energi global ini, langkah strategis Danantara bukan sekadar kebijakan, tetapi simbol keberanian bangsa untuk melangkah menuju masa depan yang lebih hijau, mandiri, dan berdaulat energi.
)* Pengamat Kebijakan Pemerintah