
Oleh: Rivka Mayangsari*)
Pemerintah Indonesia terus melakukan langkah-langkah strategis untuk memperkuat tata kelola bantuan sosial (bansos). Salah satu terobosan penting yang kini dijalankan adalah transformasi digital dalam penyaluran bansos agar lebih transparan, akuntabel, dan tepat sasaran. Langkah ini tidak hanya sekadar modernisasi teknis, tetapi juga bagian dari tanggung jawab moral pemerintah untuk menjamin masa depan jutaan keluarga Indonesia yang bergantung pada perlindungan sosial.
Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Purwadi Arianto, menegaskan bahwa transformasi ketepatan sasaran bansos adalah amanah konstitusi sekaligus wujud kepedulian negara dalam melindungi warganya. Dengan pemanfaatan Digital Public Infrastructure (DPI) yang mencakup identitas digital, pertukaran data, dan pembayaran digital, persoalan klasik tersebut bisa diatasi secara bertahap.
Purwadi menilai, agar upaya ini berjalan konsisten, diperlukan Instruksi Presiden (Inpres) khusus yang mengikat semua kementerian, lembaga, hingga pemerintah daerah agar bergerak dengan satu visi. Hanya dengan komitmen bersama, transformasi digital bansos bisa menghasilkan perlindungan sosial yang akurat, adil, dan transparan. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antarinstansi, terutama dalam membuka akses data, melakukan pertukaran informasi, dan menghapus hambatan birokrasi yang berlebihan.
Sejalan dengan hal tersebut, Menteri Sosial Saifullah Yusuf atau yang akrab disapa Gus Ipul, menjelaskan bahwa pemerintah telah memulai uji coba penyaluran bansos berbasis digital melalui Portal Perlindungan Sosial (Perlinsos). Platform digital ini dibangun oleh Dewan Ekonomi Nasional dan telah dioperasikan selama tiga bulan terakhir. Pada tahap awal, uji coba mencakup dua program utama Kementerian Sosial, yaitu Program Keluarga Harapan (PKH) serta Bantuan Pangan Non-Tunai (Bantuan Sembako).
Dengan sistem baru ini, masyarakat yang memenuhi syarat dapat mendaftar langsung melalui aplikasi Perlinsos. Tidak hanya itu, bagi warga yang tidak memiliki smartphone, pemerintah menyiapkan lebih dari 2.000 pendamping untuk membantu proses pendaftaran. Hal ini menunjukkan bahwa digitalisasi bansos tidak dimaksudkan untuk mempersulit, melainkan justru mempermudah akses masyarakat agar hak mereka bisa terpenuhi.
Gus Ipul menegaskan, digitalisasi bansos bukan sekadar soal teknologi, melainkan sebuah instrumen transparansi dan partisipasi publik. Melalui Perlinsos, masyarakat dapat ikut memantau dan memastikan bahwa bantuan benar-benar sampai kepada mereka yang berhak. Dengan adanya keterlibatan publik, sistem bansos yang lebih adil dan terbuka bisa terwujud, sehingga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah juga meningkat.
Implementasi uji coba digitalisasi bansos juga mendapat sambutan positif dari daerah. Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, menyampaikan apresiasinya kepada pemerintah pusat yang telah memilih wilayahnya sebagai lokasi uji coba. Ia menilai bahwa langkah ini membawa perubahan signifikan dalam tata kelola bansos, sebab proses penyaluran kini lebih transparan, tepat sasaran, dan akuntabel.
Menurut Ipuk, jika program ini berhasil, masyarakat akan menjadi pihak yang paling diuntungkan. Bansos yang tepat sasaran berarti mengurangi risiko ketidakadilan sosial, sekaligus memastikan bahwa setiap rupiah anggaran negara digunakan secara optimal. Ia berharap program ini bisa terus diperluas, sehingga manfaatnya dirasakan masyarakat di seluruh Indonesia, tidak hanya di daerah percontohan.
Transformasi digital bansos melalui Perlinsos sejatinya juga mendukung agenda besar pemerintah dalam membangun ekosistem digital nasional. Identitas digital yang terintegrasi, sistem pembayaran elektronik, dan mekanisme pertukaran data lintas instansi merupakan fondasi penting menuju Indonesia yang lebih modern dan inklusif. Dengan teknologi ini, potensi penyalahgunaan anggaran bisa diminimalisir, sekaligus memperkuat akuntabilitas negara dalam memberikan perlindungan sosial.
Di sisi lain, digitalisasi juga membuka ruang bagi efisiensi anggaran. Proses administrasi yang sebelumnya berbelit-belit bisa dipangkas, sehingga biaya operasional lebih rendah. Dana negara yang dihemat dari efisiensi tersebut bisa dialihkan untuk menambah jumlah penerima manfaat atau memperluas jenis bantuan. Dengan demikian, dampak bansos tidak hanya lebih tepat sasaran, tetapi juga lebih luas jangkauannya.
Selain itu, digitalisasi bansos berperan dalam mendorong inklusi keuangan. Dengan sistem pembayaran digital, jutaan keluarga penerima manfaat secara otomatis terhubung dengan layanan keuangan formal. Hal ini akan memperluas akses mereka terhadap tabungan, kredit mikro, hingga program pemberdayaan ekonomi lainnya. Pada akhirnya, penerima bansos tidak hanya bergantung pada bantuan, tetapi juga memiliki peluang untuk meningkatkan kesejahteraan secara mandiri.
Langkah berani pemerintah dalam mentransformasi bansos ini menjadi simbol komitmen untuk terus berinovasi demi kepentingan rakyat. Uji coba Perlinsos hanyalah awal dari perjalanan panjang menuju sistem bansos nasional yang benar-benar adil, transparan, dan berkelanjutan. Dengan dukungan penuh dari masyarakat, instansi pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya, digitalisasi bansos akan menjadi tonggak sejarah penting dalam pembangunan sosial di Indonesia.
Pemerintah optimis, melalui digitalisasi bansos, wajah perlindungan sosial Indonesia akan berubah lebih baik. Bantuan tidak lagi tersendat oleh birokrasi atau salah sasaran, melainkan hadir tepat waktu, tepat penerima, dan tepat manfaat. Lebih dari itu, transparansi yang tercipta akan memperkuat kepercayaan rakyat kepada negara, sekaligus meneguhkan peran pemerintah sebagai pengayom yang setia menjaga keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
*) Pemerhati sosial