Masyarakat Jangan Terjebak Narasi Provokasi Kerusuhan Nepal

Oleh : Garvin Reviano )*

Dalam era keterhubungan global saat ini, setiap informasi yang beredar di ruang digital dapat dengan cepat membentuk persepsi publik, baik positif maupun negatif. Narasi tentang kerusuhan di Nepal menjadi contoh nyata bagaimana isu-isu regional dapat digiring menjadi provokasi yang berpotensi memengaruhi cara pandang masyarakat di negara lain, termasuk Indonesia. Situasi seperti ini mengajarkan kita pentingnya memilah dan memahami informasi secara kritis. Masyarakat sebaiknya jangan mudah terjebak pada narasi provokasi kerusuhan, sebab dampaknya bisa menimbulkan keresahan, membelah persatuan, dan bahkan memicu tindakan destruktif yang sejatinya tidak relevan dengan konteks kehidupan kita sehari-hari.

Nepal, sebagai negara yang memiliki dinamika politik dan sosial tersendiri, tentu mengalami berbagai tantangan internal. Namun, persoalan tersebut sejatinya adalah bagian dari proses demokrasi dan pembangunan bangsa mereka. Provokasi yang menyebar di media sosial seringkali memelintir fakta, memunculkan narasi yang menakutkan, bahkan menambahkan bumbu-bumbu kebohongan agar terlihat lebih dramatis. Padahal, kebenaran suatu peristiwa hanya bisa dipahami dengan keseimbangan informasi dan sumber terpercaya. Di sinilah masyarakat dituntut untuk bijak, agar tidak mudah termakan provokasi yang sengaja dihembuskan oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dari instabilitas sosial.

Direktur Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha mengatakan walaupun informasi terbaru menyebutkan bahwa tidak ada WNI terlibat dalam kerusuhan, Kemlu RI tetap mengingatkan seluruh WNI di Nepal untuk meningkatkan kewaspadaan. Mereka disarankan untuk menghindari kerumunan dan selalu memantau informasi resmi dari otoritas setempat. Selain itu masyarakat juga diimbau agar tidak terprovokasi yang terjadi di Nepal.

Masyarakat Indonesia perlu menyadari bahwa setiap bangsa memiliki jalannya masing-masing dalam menghadapi dinamika politik dan sosial. Apa yang terjadi di Nepal seharusnya dipandang sebagai pelajaran berharga, bukan sebagai alat untuk menumbuhkan rasa takut atau ketidakpercayaan terhadap pemerintah kita sendiri. Justru, di tengah gencarnya provokasi kerusuhan yang berseliweran, kita dapat meneguhkan komitmen untuk menjaga stabilitas, harmoni, dan gotong royong yang telah lama menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Dengan begitu, kita tidak akan membiarkan diri terseret dalam pusaran informasi yang sifatnya provokatif dan merusak.

Narasi provokasi kerusuhan seringkali dirancang untuk menciptakan ilusi bahwa suatu negara sedang berada di ambang kehancuran. Taktik ini bisa menular ke masyarakat di negara lain jika tidak memiliki ketahanan literasi yang kuat. Ketika orang-orang mulai mempercayai isu tanpa verifikasi, maka efek domino akan terjadi: keresahan, rasa curiga antarwarga, bahkan melemahkan kepercayaan terhadap institusi negara. Padahal, yang dibutuhkan saat ini justru sebaliknya: membangun rasa optimisme, memperkuat solidaritas sosial, serta menyalurkan energi masyarakat untuk hal-hal produktif yang bermanfaat bagi kesejahteraan bersama.

Disisi lain, Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Sukamta mengatakan bahwa kerusuhan yang terjadi di Nepal merupakan pelajaran berharga dan refleksi mendalam untuk semuanya. Pihaknya juga mengatakan pelajaran yang perlu diambil atas fenomena kerusuhan tersebut adalah pejabat pemerintah atau politik harus menjaga sikap dan ucapan agar tak sampai melukai perasaan publik.

Menghindari jebakan provokasi bukan berarti kita menutup mata terhadap realitas. Kita tetap perlu mengamati perkembangan global, termasuk apa yang terjadi di Nepal. Namun, cara menyikapinya harus cerdas dan proporsional. Alih-alih menelan mentah-mentah narasi kerusuhan, masyarakat bisa menjadikannya bahan refleksi untuk memperkuat daya tahan bangsa. Misalnya, bagaimana kita bisa belajar mengelola perbedaan, mencegah potensi konflik, dan membangun sistem komunikasi yang transparan antara pemerintah dan rakyat. Dengan cara ini, pengalaman negara lain menjadi cermin, bukan jerat provokasi yang melemahkan.

Di sisi lain, pemerintah, media, dan lembaga pendidikan memiliki peran vital untuk memberikan edukasi literasi digital kepada masyarakat. Kampanye bijak bermedia sosial, pelatihan memverifikasi informasi, hingga upaya mendorong jurnalisme yang berimbang, semuanya adalah langkah strategis untuk memagari publik dari serangan narasi provokatif. Masyarakat yang cerdas akan lebih memilih berdiskusi dengan data, bukan dengan emosi. Masyarakat yang dewasa akan lebih mengutamakan kepentingan bersama dibanding menyebarkan isu-isu yang belum tentu benar.

Lebih jauh lagi, kita harus memahami bahwa narasi provokasi kerusuhan kerap dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menguji stabilitas negara lain. Jika masyarakat Indonesia lengah, maka tidak menutup kemungkinan provokasi serupa akan diarahkan ke dalam negeri. Oleh karena itu, membangun benteng kesadaran kolektif menjadi kunci. Setiap warga harus bisa berperan sebagai filter informasi, bukan sekadar konsumen pasif. Dengan membudayakan sikap kritis, kita dapat menutup ruang bagi provokasi yang hanya ingin merusak harmoni sosial.

Pada akhirnya, optimisme dan kewaspadaan adalah pasangan yang tidak bisa dipisahkan. Optimisme membuat kita yakin bahwa bangsa ini mampu menghadapi segala tantangan, sementara kewaspadaan menjaga kita dari jebakan provokasi yang bisa merugikan. Masyarakat Indonesia jangan terjebak narasi provokasi kerusuhan Nepal, melainkan harus menjadikannya momentum untuk memperkuat kebersamaan, memperdalam rasa nasionalisme, dan meningkatkan kemampuan literasi informasi. Dengan demikian, kita tidak hanya terhindar dari provokasi, tetapi juga semakin matang sebagai bangsa yang berdaulat, berkarakter, dan siap menghadapi era globalisasi dengan kepala tegak.

)* Penulis adalah Pemerhati Isu-isu Sosial

More From Author

Waspada Provokasi Memecah Persatuan seperti di Nepal

Pentingnya Kewaspadaan Publik Tolak Provokasi Aksi Anarkis Seperti Nepal

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *