
Oleh: Astrid Widia )*
Pemerintah terus menunjukkan bahwa suara rakyat melalui 17+8 tidak dibiarkan bergema tanpa jawaban. Komitmen untuk memperluas lapangan kerja ditindaklanjuti secara konkret melalui kebijakan lintas sektor yang dipandu langsung oleh Presiden Prabowo Subianto bersama jajaran kabinetnya.
Rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga yang dipimpin Menteri Koordinator Kumham Imipas, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa pemerintah menempatkan aspirasi publik sebagai prioritas. Ia menekankan bahwa tuntutan rakyat menjadi bahan pertimbangan penting dalam merumuskan kebijakan baru, sekaligus memperbaiki berbagai sektor yang dinilai masih kurang. Menurut Yusril, meski sebagian tuntutan memang ditujukan kepada DPR, eksekutif tetap berkomitmen mengambil langkah nyata agar masyarakat merasakan perubahan secara langsung.
Sejalan dengan itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menambahkan bahwa sebagian besar aspirasi rakyat berkaitan erat dengan sektor ekonomi dan lapangan kerja. Tito menilai pemenuhan tuntutan tersebut akan sangat menentukan dinamika politik dan sosial bangsa ke depan. Ia mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan antara pemenuhan aspirasi dengan stabilitas nasional, karena setiap kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak berpotensi menimbulkan ketegangan apabila tidak dikomunikasikan dengan baik. Oleh sebab itu, rekonsiliasi menjadi kunci agar perbedaan persepsi tidak berkembang menjadi konflik.
Presiden Prabowo sendiri memberi sinyal tegas bahwa program prioritas pemerintah diarahkan untuk membuka kesempatan kerja baru. Dalam rapat terbatas bersama menteri-menteri terkait, ia meminta percepatan pelaksanaan sejumlah program unggulan agar segera dirasakan masyarakat. Langkah ini sejalan dengan poin 16 dari aspirasi 17+8, yang mendesak pemerintah mengambil langkah darurat mencegah pemutusan hubungan kerja massal sekaligus melindungi buruh kontrak.
Langkah konkret itu terlihat dari sejumlah program yang sedang berjalan. Pertama, pemerintah meluncurkan 80 ribu Koperasi Desa Merah Putih yang diperkirakan mampu menyerap 400 ribu tenaga kerja baru. Kedua, program replanting perkebunan rakyat seluas 870 ribu hektare yang dijalankan Kementerian Pertanian akan membuka peluang kerja bagi 1,6 juta orang dalam dua tahun mendatang. Ketiga, program Kampung Nelayan Merah Putih ditargetkan hadir di 100 desa pada tahun ini, dengan kapasitas penyerapan tenaga kerja sekitar 7 ribu orang, dan diperluas hingga 4 ribu titik ke depan yang berpotensi menampung 200 ribu pekerja.
Tak hanya itu, revitalisasi tambak di kawasan Pantura seluas 20 ribu hektare juga diproyeksikan menyerap lebih dari 132 ribu tenaga kerja. Sedangkan program modernisasi 1.000 kapal nelayan diperkirakan akan menciptakan hampir 600 ribu lapangan kerja baru. Seluruh angka ini menunjukkan betapa seriusnya pemerintah dalam menjawab keresahan masyarakat terkait peluang kerja.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, juga memberikan penegasan bahwa pemerintah berkomitmen mencegah PHK massal. Dalam dialog bersama Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, ia mengingatkan bahwa dunia usaha tidak boleh sekadar berpikir dalam kerangka untung-rugi. Menurutnya, keberhasilan sebuah bisnis seharusnya juga diukur dari sejauh mana pengusaha mampu menjaga kelangsungan tenaga kerja. Ia bahkan menyampaikan harapan agar para pengusaha tetap teguh pada komitmen menjaga pekerja, terinspirasi dari semangat Gunung Tidar yang selama ini menjadi simbol keteguhan bagi Kadin.
Kebijakan-kebijakan tersebut tidak hanya sekadar angka atau janji di atas kertas. Lebih jauh, langkah ini membuktikan bahwa pemerintah mendengarkan suara rakyat dan menjadikannya dasar dalam perumusan arah pembangunan. Ketika aspirasi masyarakat dijadikan acuan, maka pembangunan nasional tidak lagi berjalan top-down semata, melainkan lahir dari kebutuhan nyata yang dirasakan warga.
Dalam konteks sosial politik, respons cepat pemerintah terhadap aspirasi 17+8 juga menjadi penegas bahwa demokrasi di Indonesia bekerja dengan baik. Suara publik tidak berhenti sebagai wacana, melainkan ditransformasikan menjadi kebijakan nyata yang mengutamakan kesejahteraan. Dengan strategi yang tepat, penciptaan lapangan kerja baru dapat memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintah sekaligus meredam potensi gejolak sosial yang biasanya muncul akibat pengangguran tinggi.
Tentu, tantangan ke depan tidak ringan. Persaingan global, perkembangan teknologi, hingga ancaman resesi dunia menuntut Indonesia memiliki strategi ketenagakerjaan yang adaptif. Namun langkah awal yang ditunjukkan pemerintah sudah mengarah pada jalur yang benar. Dengan fokus pada sektor-sektor strategis seperti pertanian modern, industri kreatif, perikanan, hingga energi terbarukan, Indonesia berpeluang tidak hanya menambah jumlah tenaga kerja, tetapi juga meningkatkan kualitas dan daya saingnya di kancah internasional.
Penting disadari bahwa keberhasilan strategi ini juga memerlukan partisipasi masyarakat luas. Dunia usaha perlu mendukung, akademisi harus terlibat dalam menyiapkan tenaga kerja berkualitas, dan masyarakat sendiri dituntut lebih proaktif mengambil kesempatan yang tersedia. Kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, dan rakyat akan menjadi pilar kokoh dalam memastikan aspirasi yang telah disuarakan benar-benar terwujud.
Dengan segala langkah nyata yang sudah diambil, komitmen pemerintah dalam merespons aspirasi 17+8 tidak bisa dianggap sebagai retorika semata. Pemerintah telah membuktikan keseriusannya melalui kebijakan, program, dan koordinasi lintas sektor yang solid. Stabilitas politik yang terjaga, disertai fokus pada penciptaan lapangan kerja, akan memperkuat fondasi pembangunan Indonesia menuju masa depan yang lebih sejahtera.
Bangsa ini patut optimistis. Selama aspirasi rakyat dijadikan kompas utama dalam perjalanan pembangunan, Indonesia tidak hanya mampu melewati tantangan zaman, tetapi juga menjadi negara yang berdiri tegak di atas pondasi keadilan sosial dan kesejahteraan bersama.
)* Penulis adalah pengamat sosial poliik