Perempuan Moi di Sorong Jadi Garda Depan Pemberdayaan Ekonomi Papua Barat Daya

Papua Barat Daya – Semangat pemberdayaan ekonomi masyarakat Papua terus berdenyut dari lapisan akar rumput. Di bawah terik matahari Sabtu (4/10/2025), puluhan perempuan Moi berkumpul di halaman rumah sederhana di Kelurahan Aimas, Distrik Aimas, Kabupaten Sorong. Mereka mengikuti pelatihan tata boga yang digelar oleh Kwongke Kaban Salukh Moi Ranting Aimas. Tepung, gula, dan mentega tersusun di atas meja panjang, menjadi simbol sederhana dari upaya besar menuju kemandirian ekonomi.

Pelatihan ini bukan sekadar belajar membuat kue. Lebih dari itu, kegiatan ini membawa pesan kuat tentang kebangkitan ekonomi perempuan Papua yang kini menjadi ujung tombak pembangunan sosial dan ekonomi di Papua Barat Daya.

Tokoh perempuan Moi yang tergabung dalam Kaban Salukh Moi Aimas, Sarlota Mobalen Malagam menegaskan bahwa Program ini juga menjadi bentuk nyata implementasi kebijakan nasional dalam kerangka Asta Cita Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, khususnya dalam bidang pengembangan sumber daya manusia unggul dan penguatan kewirausahaan rakyat.

“Perempuan Moi harus punya bekal keterampilan, bukan hanya untuk keluarga, tapi juga untuk meningkatkan pendapatan. Dari kue Natal bisa muncul usaha kecil yang menopang ekonomi rumah tangga,” ujar Sarlota Mobalen Malagam.

Pernyataan tersebut menggambarkan pandangan bahwa perempuan tidak lagi berada di pinggir pembangunan. Mereka kini menjadi bagian integral dari proses ekonomi yang bergerak dari desa hingga kota. Pelatihan tata boga dipilih karena selaras dengan tradisi masyarakat Sorong yang identik dengan perayaan Natal dan kegiatan adat yang selalu membutuhkan panganan khas. Potensi pasarnya besar, baik untuk konsumsi keluarga, perayaan gereja, maupun kegiatan sosial.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Papua Barat Daya 2024 menunjukkan bahwa sektor UMKM menyumbang lebih dari 61 persen terhadap perekonomian daerah, dengan sekitar 60 persen digerakkan oleh perempuan. Namun, tantangan yang masih dihadapi meliputi keterbatasan keterampilan teknis, akses terhadap permodalan, dan kemampuan memasarkan produk secara digital. Pelatihan ini menjadi langkah awal menjembatani kesenjangan tersebut.

“Kalau mama Moi bisa bikin kue yang bagus, mereka bisa pasarkan di pasar lokal, koperasi, bahkan lewat media sosial. Hasilnya bisa untuk biaya sekolah anak dan kebutuhan keluarga,” tambah Sarlota Mobalen Malagam.

Dalam Asta Cita, pemerintah menegaskan delapan prioritas nasional, di antaranya pembangunan manusia unggul, penguatan ekonomi kerakyatan, serta pemberdayaan perempuan dan anak. Kegiatan perempuan Moi di Sorong secara langsung merepresentasikan semangat dari tiga agenda besar tersebut.

Dengan dukungan pemerintah daerah, pelatihan seperti ini berpotensi diperluas ke distrik-distrik lain di Papua Barat Daya. Sinergi antara kebijakan pusat dan inisiatif komunitas menjadi kunci untuk melahirkan ekonomi lokal yang tangguh berbasis kearifan budaya.

Perempuan Moi membuktikan bahwa pemberdayaan tidak harus berawal dari proyek besar. Dari dapur sederhana di Aimas, mereka menunjukkan bahwa perubahan bisa dimulai dari tangan sendiri—dengan resep tradisional, semangat gotong royong, dan cita rasa kemajuan. Gerakan kecil ini menjadi simbol bahwa Papua Barat Daya sedang menata masa depan dengan kekuatan perempuan sebagai pilar utama pembangunan sosial-ekonomi daerah.

More From Author

Bantuan Rehab Rumah Kepala Suku di Mimika Jadi Bukti Nyata Pemerintah Hadir untuk Rakyat Papua

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *