
Oleh : Loa Murib
Peristiwa kericuhan yang sempat terjadi di Yalimo menjadi pengingat betapa rapuhnya perdamaian jika tidak dijaga bersama. Situasi yang awalnya dipicu oleh persoalan kecil justru melebar menjadi aksi anarkis yang merugikan masyarakat, baik secara sosial maupun ekonomi. Meski kondisi telah kembali kondusif berkat langkah cepat aparat keamanan, peristiwa ini harus menjadi pelajaran penting agar masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh isu maupun hasutan yang dapat merusak ketentraman. Papua, khususnya wilayah Yalimo dan Jayawijaya, memiliki sejarah panjang hidup dalam kedamaian dan persaudaraan. Nilai-nilai itu harus terus dijaga agar pembangunan yang sedang berjalan tidak terganggu.
Ketua Lembaga Masyarakat Adat Kabupaten Jayawijaya, Herman Doga, menegaskan bahwa Jayawijaya sebagai bagian dari provinsi pemekaran baru harus berdiri di atas budaya damai. Ia mengingatkan masyarakat agar tidak membawa konflik dari luar, termasuk yang terjadi di Yalimo, masuk ke wilayah Lembah Baliem. Seruan ini mencerminkan pandangan bijak seorang pemimpin adat yang paham betul bahwa stabilitas merupakan kunci untuk menjaga ruang kehidupan masyarakat. Menurut Herman, setiap kepala suku, kepala desa, dan ketua LMA tingkat distrik memiliki tanggung jawab menjaga wilayahnya dari masuknya konflik. Hal ini menegaskan bahwa menjaga perdamaian bukan hanya tugas aparat keamanan, melainkan juga kewajiban moral seluruh masyarakat adat.
Pandangan senada juga disampaikan oleh Tokoh Adat Elelim, Musa Yare. Ia menilai kerusuhan di Yalimo telah membawa kerugian besar, baik materiil maupun sosial. Menurutnya, peristiwa itu seharusnya menjadi pelajaran agar masyarakat menahan diri dan tidak terjebak provokasi. Musa mengingatkan pentingnya solidaritas antarwarga, terutama dalam bekerja sama dengan aparat TNI dan Polri untuk menciptakan suasana aman. Ia juga menekankan bahwa persatuan dan perdamaian adalah fondasi utama membangun Papua yang lebih baik. Dengan demikian, seruan ini menegaskan kembali peran tokoh adat sebagai penjaga nilai-nilai harmoni di tengah masyarakat.
Kondisi keamanan yang sempat memanas di Elelim kini sudah dapat dikendalikan. Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Cahyo Sukarnito, menjelaskan bahwa aparat keamanan bersama pemerintah daerah telah mengambil langkah-langkah pencegahan agar kerusuhan tidak meluas. Kehadiran dua pleton Brimob serta penegakan hukum yang dilakukan Polres Yalimo menjadi bukti nyata bahwa negara hadir untuk melindungi masyarakat. Kombes Cahyo juga menghimbau masyarakat agar menahan diri dan tidak main hakim sendiri, sebab tindakan anarkis hanya akan memperkeruh keadaan. Tindakan sigap aparat ini penting untuk memastikan bahwa situasi tetap terkendali, sekaligus memberikan rasa aman bagi warga.
Kericuhan di Yalimo juga memperlihatkan betapa cepat isu berkembang, terutama di media sosial. Beredar dugaan bahwa keributan dipicu sentimen tertentu, meski hingga kini belum dapat dipastikan kebenarannya. Kondisi seperti ini menjadi pengingat bahwa informasi yang tidak terverifikasi berpotensi memperburuk keadaan. Masyarakat perlu bijak dalam menyikapi berita yang beredar, terutama jika sumbernya tidak jelas. Ketidakmampuan membedakan fakta dan hoaks sering kali menjadi pintu masuk provokasi. Karena itu, literasi informasi dan kesadaran kolektif dalam menolak kabar bohong menjadi bagian penting dalam menjaga kedamaian di Papua.
Papua saat ini berada dalam fase pembangunan yang sangat menentukan masa depan. Infrastruktur dibangun, layanan publik diperkuat, dan akses terhadap pendidikan maupun kesehatan terus ditingkatkan. Semua upaya itu tidak akan berhasil jika stabilitas tidak dijaga. Kericuhan seperti yang terjadi di Yalimo justru berpotensi merusak capaian pembangunan yang sedang berjalan. Karena itu, masyarakat perlu menyadari bahwa menolak provokasi bukan hanya soal menjaga keamanan, melainkan juga memastikan keberlanjutan pembangunan yang akan membawa manfaat bagi generasi berikutnya.
Peran tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat sangat penting dalam meredam potensi konflik. Kearifan lokal yang selama ini menjadi pedoman hidup masyarakat Papua harus terus dijaga sebagai benteng dari masuknya pengaruh negatif. Kehadiran tokoh-tokoh seperti Herman Doga dan Musa Yare yang menyerukan perdamaian menunjukkan bahwa masyarakat Papua memiliki modal sosial yang kuat untuk melawan provokasi. Jika suara-suara damai ini terus digaungkan, masyarakat akan semakin tangguh menghadapi berbagai tantangan yang mencoba merusak keharmonisan.
Aparat keamanan pun telah menunjukkan komitmennya untuk melindungi masyarakat dengan mengedepankan langkah pencegahan. Namun, tanggung jawab terbesar tetap berada di tangan masyarakat itu sendiri. Kedamaian tidak mungkin tercapai tanpa kesadaran kolektif untuk saling menjaga. Setiap warga, dari dusun hingga kota, memiliki peran untuk memastikan lingkungan sekitarnya tetap aman. Dengan demikian, harmoni di Papua bukan sekadar cita-cita, melainkan kenyataan yang diwujudkan bersama.
Pada akhirnya, Yalimo harus menjadi contoh bahwa perbedaan dapat dikelola tanpa harus berujung pada kerusuhan. Peristiwa kemarin hendaknya menjadi titik balik untuk memperkuat komitmen menjaga perdamaian. Provokasi hanya akan membawa penderitaan, sementara kedamaian adalah jalan menuju kesejahteraan. Oleh karena itu, masyarakat Papua, khususnya di Yalimo dan Jayawijaya, perlu terus meneguhkan tekad untuk hidup rukun. Hanya dengan demikian pembangunan dapat berjalan lancar dan masa depan Papua yang lebih baik dapat terwujud.
*Penulis adalah Mahasiswa Papua di Jawa Timur